Laman

Mengenai Saya

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
pembelajar

Senin, 14 Mei 2012

Mama Jojo Tuasan

Suatu malam, langkahku lama tertahan di depan sebuah kede. Rumah yang disulap menjadi tempat jualan nasi goreng, mie tiaw, ifo mie, juz dan lain-lain ini telah mengusik lama dipikiranku. Awalnya aku selalu takut-takut jika harus membeli disini. Karena jerjak-jerjak tinggi menutupi pandangan ke dalam tempat jualan, sehingga membuat ragu, apakah halal jika aku memakan masakannya. Terlintas keraguan yang lama menahan niatku untuk membeli.

Selain juga tempat yang kurang bersahabat menurutku, tidak terlihat banyak orang membeli. Sudah hampir dua tahun aku bertetangga dengannya. Tapi belum pernah sekalipun aku mencicipi masakan atau jus buatan mamak Jojo. Ya itulah panggilannya. Seorang ibu yang terbilang masih muda berambut kriting dan sedikit gemuk. Anaknya masih satu dan tiga tahun lebih muda dari adikku Anshor, mungkin.

Menurut pandanganku, kede mamak Jojo tidak serame sekarang. Aku jarang melihat orang rame membeli disini. Mungkin karena aku sudah ikutan beli disini kali ya. Namun belakangan, mamak Jojo seperti kebanjiran order. Terkadang aku kasihan melihatnya. Bayangkan saja, dia harus melayani belasan orang dengan hanya di bantu dua tangan dan satu kompor gas. Pesanan datang bertubi-tubi. Dengan modal semangat dari pembeli yang memenuhi pelataran rumahnya dan bantuan sekali-kali dari sang suami, dia tetap tersenyum. Aku kurang tahu, apa faktornya. Padahal dulu kede mamak Jojo sepi sesepi mungkin. Namun sekarang jadi rame-serame mungkin. 

Harga beras sekarang semakin naik, Rp 10.000 per kilo gram. Begitu juga dengan bahan masakan lainnya. Ada beberapa jenis yang harganya melonjak. Mie Aceh kesukaan kos As-Salamah (nama kos ku , pemberian Bang Arif) yang berada di depan gang kami, juga sudah naik harganya. Karena alasan yang sama, banyak bahan yang naik juga. Dulunya per satu porsi hanya Rp 5000. Sekarang sudah menjadi Rp 6.000, baik itu Mie Aceh, Ifo Mie, Nasi Goreng, dan Indomie.

Terkadang jiwa anak kos membuat ku pelit dan hitung-hitungan. Untuk uang sejumlah Rp 1.000 saja, akan kukalkulasi dengan akumulasi yang ketat. Bayangkan saja, kalau setiap harinya harus mengeluarkan target berlebih seribu, maka akumulasi satu bulan, kocekku akan berkurang Rp 30.000. Untuk ukuran kantong mahasiswa, sekecil apapun harus diperhitungkan. “Biasa… mahasiswa” mungkin ungkapan ini akan membantuku beralibi lebih baik. Untuk yang bersifat konsumtif aku akan selektif. Namun jika untuk hal yang produktif aku akan lebih leluasa. Menurutku, jika produktif akan mengembalikan pengeluaran. Namun untuk hal yang konsumtif, itu hanya selesai dan habis saat itu saja.  

Mamak Jojo, tidak bergeming dari harga awal. Dia tetap menjual jualannya dengan harga Rp 5.000, sedangkan untuk tiga kede jualan yang seperti ini juga, tempat biasa aku mangkal dan teman-teman, sudah naik harganya semua. Dari yang Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 bahkan ada yang sampai Rp 7.000 dan Rp 8.000 per porsinya. 

Aku melihat banyak mahasiswa yang belanja di kede mamak Jojo. Banyak mahasiswa seperti ku juga disini. Bahkan kami sempat mengantri selama satu jam setengah. Mungkin motif kami tidak semua sama. Tapi, spekulasi ku sementara bilang, karena murah. Petanyaan terakhir mengusikku “apa dia gak rugi? Apa dia gak tau kalau semua kede seperti ini, sudah menaikkan harga jualan mereka?

Sambil menenteng kresek putih, aku kembali ke kos sambil membawa pertanyaan pulang dan menyimpannya. Dia pasti punya hitungan sendiri, menurutku. Rasanya tidak ingin menanyakan ini padanya. Ku nikmatin aja dulu… hehehehe ^-~
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar