Laman

Mengenai Saya

Foto saya
Medan, Sumatera Utara, Indonesia
pembelajar

Jumat, 06 Juli 2012

Praktek korupsi, ganti rugi


“Ini untuk kedua kalinya Sita menangis tersedu-sedu menyesali nasib yang kurang beruntung menurutnya.”
Perburuan CPNS begitu gencar bagi masyarakat Indonesia saat ini. Mengapa tidak, jaminan hidup sampai meninggal terjamin aman. Jangankan tunjangan pensiun karena batasan umur, bahkan setelah meninggalpun pensiunan masih dapat diwariskan dan diurus untuk anak cucu. Pihak keluarga dapat menikmati gaji pensiunan sesuai aturan yang diberikan pemerintah. Namun unsur kecurangan terkadang sering terjadi. Pasalnya, uang membuat orang terkadang buta dan lupa akhirat, kajadian memalsukan tanda tangan dan status.

Terbukti, beberapa hari lalu aku mendengar tetanggaku mendapat gaji pensiunan tetap ayahnya, setiap bulannya. Padahal orang yang seharusnya mendapat gaji pensiunan itu telah meninggal dunia. Karena uang, mata menjadi gelap. Faktor kesulitan ekonomi tidak dipungkiri juga menjadi salah satu pemicunya. 
Sita telah mengikuti tes CPNS sebanyak dua kali, tapi belum ada yang lulus. Ia menangis tersedu-sedu seharian menyesali nasib sialnya di kamar. Padahal ketika itu, ia sedang menyuci pakaian di mesin cuci. Semangatnya hilang, selera makan lenyap, yang ada hanya rasa sedih dan kesal menyesaki dadanya. Terkadang ia berteriak dan kembali mengangis terisak-isak. Cucian yang ia tangani ditinggal karena alasan tidak mud dan tidak semangat lagi. Cucian ditinggal sebanyak dua baskom besar tergeletak begitu saja. Kabar baiknya ia masih berencana ingin melanjutkannya nanti setelah semangatnya kembali. Mungkin malam hari.
Sita dihibur oleh teman adik sepupunya yang kebetulan sedang bertandang ke rumahnya saat itu. “kak gak usah bersedih.. kakakku aja udah coba empat kali juga belum lulus. Kakak kan masih dua kali. Mungkin belum saatnya, sabar aja, nanti suatu saat juga akan bisa. Jangan putus asa dan tetap semangat!” ujar Susni dengan petuah-petuah sederhananya. Sita mendengar ini telah berulang kali dari orang-orang sekitarnya. Ia sedikit terhibur. Wanita ini memang mudah menumpahkan air mata untuk hal-hal yang seperti ini. Sita merasa sedih karena merasa belum dapat membahagiakan orangtuanya. Sita sebagai anak lulusan sekolah keperawatan memang terbilang mapan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, walau dengan gaji honorer yang ia dapat selama ini. Namun ia merasa itu hanya semu, PNS lah tujuan pastinya.
Handphone nya berbunyi. Tertera nama seseorang muncul di layar hp, dari Eka teman dekatnya. Ia kembali teringat, bahwa ia masih beruntung. Mencoba ikut tes CPNS masih dua kali. Sedangkan temannya ini sudah mengikuti tes CPNS sebanyak delapan kali. Namun belum juga ada hasil sampai saat ini. Kesedihannya sedikit berkurang dari sebelumnya. 
Sebenarnya Sita tidak terlalu sedih karena ketidaklulusannya. Hanya saja kesedihan ini menjadi bertambah, teringat bahwa ayahnya telah menyediakan jumlah uang terbilang lumayan banyak, hapir mencapai delapan puluh juta rupiah. Sebagai jaminan untuk pengurus yang berjanji dapat membuat ia bergelar pegawai negeri sipil kemudian hari. Dan uang itu telah diserahkan kepada pengurus tersebut seperduanya.
Pada waktu ia mengikuti tes CPNS yang pertama, murni tidak ada pengeluaran sejenis itu. Namun kali ini ia berharap besar untuk dapat lulus dengan jaminan uang berjumlah besar yang sudah mereka beri kepada pengurus tersebut. Namun mungkin pengurus yang menanganinya masih menjumpai kakap di luaran sana, sehingga ia yang  berkelas teri, diabaikan begitu saja.
Konon ceritanya untuk penyeleksian CPNS saat ini tidak murni karena cerdas dan skill seseorang. Itu hanya tinggal sejarah. Mereka yang berkantong tebal akan menjadi pemenang. Namun faktanya bukan mereka yang berkantong tebal saja yang mampu. Yang terlihat kantong kempis pun menjadi tebal kantongnya ketika masa penyeleksian. Harta benda, aset keluarga rela digadai bahkan di jual demi memenuhi persyaratan tertentu. Ya.. mungkin inilah salah satu penyebabnya kenapa Sita tidak lulus walau sudah memberi uang yang berjumlah besar.
Sita hanya memberi jaminan sejumlah delapan puluh juta, sedangkan mereka yang lain memberi jaminan seratus juta, dua ratus juta, dan bahkan mencapai di atas itu. Bagi wirausaha, akan mengatakan “lebih baik duitnya dibuat modal usaha, dari pada bayarin yang begituan, gak tau kapan balik modalnya”.
“Skill, gelar dan ijazah hanya simbolis belaka” tanggapan seperti inilah yang menjadi kesimpulan terakhir bagi Sita. Menurutnya, Indonesia semakin hari bukan melahirkan generasi yang berkompeten. Tapi gadungan yang mengandalkan materi. Semakin banyak keluaran universitas yang diharapkan mencapai cita-cita bangsa –mencerdaskan kehidupan anak bangsa seperti yang tertera di dalam Undang-undang Dasar Negara kita ini hanya menjadi sebuah langgam abstrak yang tidak bersekspektasi nyata kedepan. Karena fakta yang terjadi, banyak pemikiran terdoktrin pada hal negative. Untuk apa lagi belajar dan kuliah bagus-bagus, toh kenyataannya tidak berguna juga buat kelulusan CPNS, yang berguna hanya uang. Ijazah tak dapat berkata dan berbuat apa-apa. Tapi uang dapat merubah semua itu. Pegawai negeri adalah pelayan Negara yang bertugas dan mengabdi kepada masyarakat Indonesia. Melayani sesuai profesi dan proporsionalnya. Namun jika penyeleksian sudah diracuni dan diawali dengan hal-hal yang negative maka tidak heran koruptor merajalela dan berakar tumbuh subur terus menerus. Dan akan semakin sulit untuk memberantasnya. Jika hal ini terus terjadi, yang ada koruptor menjadi hal lumrah dan biasa dan bukan masalah pelik lagi bagi Negara tercinta ini. Istilah balas dendam akan berlaku. Pengorbanan materi yang cukup besar diawal, akan diselesaikan dengan ganti rugi yang setimpal setelah cukup punya jalan karena ada peluang dan celah untuk melakukannya. So.. gak heran praktek korupsi tetap jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar