“Ini untuk kedua kalinya Sita menangis tersedu-sedu menyesali
nasib yang kurang beruntung menurutnya.”
Terbukti, beberapa hari lalu aku mendengar tetanggaku
mendapat gaji pensiunan tetap ayahnya, setiap bulannya. Padahal orang yang
seharusnya mendapat gaji pensiunan itu telah meninggal dunia. Karena uang, mata
menjadi gelap. Faktor kesulitan ekonomi tidak dipungkiri juga menjadi salah
satu pemicunya.
Sita telah mengikuti tes CPNS sebanyak dua kali, tapi belum
ada yang lulus. Ia menangis tersedu-sedu seharian menyesali nasib sialnya di
kamar. Padahal ketika itu, ia sedang menyuci pakaian di mesin cuci. Semangatnya
hilang, selera makan lenyap, yang ada hanya rasa sedih dan kesal menyesaki
dadanya. Terkadang ia berteriak dan kembali mengangis terisak-isak. Cucian yang
ia tangani ditinggal karena alasan tidak mud dan tidak semangat lagi. Cucian
ditinggal sebanyak dua baskom besar tergeletak begitu saja. Kabar baiknya ia
masih berencana ingin melanjutkannya nanti setelah semangatnya kembali. Mungkin
malam hari.
Sita dihibur oleh teman adik sepupunya yang kebetulan sedang
bertandang ke rumahnya saat itu. “kak gak usah bersedih.. kakakku aja udah coba
empat kali juga belum lulus. Kakak kan masih dua kali. Mungkin belum saatnya,
sabar aja, nanti suatu saat juga akan bisa. Jangan putus asa dan tetap
semangat!” ujar Susni dengan petuah-petuah sederhananya. Sita mendengar ini
telah berulang kali dari orang-orang sekitarnya. Ia sedikit terhibur. Wanita
ini memang mudah menumpahkan air mata untuk hal-hal yang seperti ini. Sita
merasa sedih karena merasa belum dapat membahagiakan orangtuanya. Sita sebagai
anak lulusan sekolah keperawatan memang terbilang mapan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, walau dengan gaji honorer yang ia dapat selama
ini. Namun ia merasa itu hanya semu, PNS lah tujuan pastinya.
Handphone nya berbunyi. Tertera nama seseorang muncul di
layar hp, dari Eka teman dekatnya. Ia kembali teringat, bahwa ia masih
beruntung. Mencoba ikut tes CPNS masih dua kali. Sedangkan temannya ini sudah
mengikuti tes CPNS sebanyak delapan kali. Namun belum juga ada hasil sampai
saat ini. Kesedihannya sedikit berkurang dari sebelumnya.
Sebenarnya Sita tidak terlalu sedih karena ketidaklulusannya.
Hanya saja kesedihan ini menjadi bertambah, teringat bahwa ayahnya telah
menyediakan jumlah uang terbilang lumayan banyak, hapir mencapai delapan puluh
juta rupiah. Sebagai jaminan untuk pengurus yang berjanji dapat membuat ia
bergelar pegawai negeri sipil kemudian hari. Dan uang itu telah diserahkan
kepada pengurus tersebut seperduanya.
Pada waktu ia mengikuti tes CPNS yang pertama, murni tidak
ada pengeluaran sejenis itu. Namun kali ini ia berharap besar untuk dapat lulus
dengan jaminan uang berjumlah besar yang sudah mereka beri kepada pengurus
tersebut. Namun mungkin pengurus yang menanganinya masih menjumpai kakap di
luaran sana, sehingga ia yang berkelas teri,
diabaikan begitu saja.
Konon ceritanya untuk penyeleksian CPNS saat ini tidak murni
karena cerdas dan skill seseorang. Itu hanya tinggal sejarah. Mereka yang
berkantong tebal akan menjadi pemenang. Namun faktanya bukan mereka yang
berkantong tebal saja yang mampu. Yang terlihat kantong kempis pun menjadi
tebal kantongnya ketika masa penyeleksian. Harta benda, aset keluarga rela
digadai bahkan di jual demi memenuhi persyaratan tertentu. Ya.. mungkin inilah
salah satu penyebabnya kenapa Sita tidak lulus walau sudah memberi uang yang
berjumlah besar.
Sita hanya memberi jaminan sejumlah delapan puluh juta,
sedangkan mereka yang lain memberi jaminan seratus juta, dua ratus juta, dan bahkan
mencapai di atas itu. Bagi wirausaha, akan mengatakan “lebih baik duitnya
dibuat modal usaha, dari pada bayarin yang begituan, gak tau kapan balik
modalnya”.
“Skill, gelar dan ijazah hanya simbolis belaka” tanggapan
seperti inilah yang menjadi kesimpulan terakhir bagi Sita. Menurutnya,
Indonesia semakin hari bukan melahirkan generasi yang berkompeten. Tapi
gadungan yang mengandalkan materi. Semakin banyak keluaran universitas yang
diharapkan mencapai cita-cita bangsa –mencerdaskan kehidupan anak bangsa
seperti yang tertera di dalam Undang-undang Dasar Negara kita ini hanya menjadi
sebuah langgam abstrak yang tidak bersekspektasi nyata kedepan. Karena fakta
yang terjadi, banyak pemikiran terdoktrin pada hal negative. Untuk apa lagi
belajar dan kuliah bagus-bagus, toh kenyataannya tidak berguna juga buat
kelulusan CPNS, yang berguna hanya uang. Ijazah tak dapat berkata dan berbuat
apa-apa. Tapi uang dapat merubah semua itu. Pegawai negeri adalah pelayan Negara
yang bertugas dan mengabdi kepada masyarakat Indonesia. Melayani sesuai profesi
dan proporsionalnya. Namun jika penyeleksian sudah diracuni dan diawali dengan
hal-hal yang negative maka tidak heran koruptor merajalela dan berakar tumbuh
subur terus menerus. Dan akan semakin sulit untuk memberantasnya. Jika hal ini
terus terjadi, yang ada koruptor menjadi hal lumrah dan biasa dan bukan masalah
pelik lagi bagi Negara tercinta ini. Istilah balas dendam akan berlaku.
Pengorbanan materi yang cukup besar diawal, akan diselesaikan dengan ganti rugi
yang setimpal setelah cukup punya jalan karena ada peluang dan celah untuk
melakukannya. So.. gak heran praktek korupsi tetap jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar